KESENIAN JARANAN BUMING DI BANYUWANGI
Kesenian Jaranan di eks Karesidenan Kediri semakin
digemari masyarakat. Setiap ada pentas Jaranan jumlah penontonnya
selalu membeludak, mulai anak-anak sampai orang dewasa. Pemainnya mulai
dari tukang becak sampai orang berpendidikan bergelar doktor.
Pentas Kesenian Jaranan Seribu Barongan di kawasan Monumen Simpang Lima
Gumul (SLG) beberapa waktu lalu, disaksikan puluhan ribu penonton yang
hadir berdesakan. Animo penonton yang tinggi sekaligus menjadi indikator
kesenian Jaranan masih diminati masyarakat.
Selain itu, ada regenerasi para seniman Jaranan yang terjadi secara
alami sehingga kesenian ini masih tetap eksis di tengah desakan panggung
hiburan moderen. Kesenian Jaranan sendiri juga melakukan modifikasi
dengan mengadopsi lagu-lagu baru yang lagi trend di masyarakat.
"Selain menyaksikan adegan Mbarong atau Barongan, penonton juga
mendengarkan lagu-lagu yang tengah populer di masyarakat. Penyanyinya
juga dari kalangan anak-anak muda dengan perpaduan iringan kolaborasi
musik electon dan gamelan," ungkap Imam Ashadi, pemerhati kesenian
Jaranan, Sabtu (23/8/2014).
Dijelaskan, kesenian Jaranan di Jawa Timur nasibnya masih lebih baik
dibandingkan dengan kesenian Ludruk dan Ketoprak yang saat ini diambang
kepunahan. Kedua kelompok kesenian itu terlambat melakukan kaderisasi
sehingga kurang populer sehingga tidak diminati masyarakat.
"Kalau Ludruk dan Ketoprak setiap tahun jumlah grupnya semakin
berkurang. Namun Jaranan setiap tahun jumlah grupnya semakin bertambah,
banyak pemain muda hingga anak-anak," ungkapnya.
Karena mampu melakukan modifikasi dengan memasukkan unsur-unsur baru,
membuat kesenian Jaranan masih dapat diterima lintas generasi. Selain
itu, para senimannya tidak terlalu kaku dengan pakem tradisional.
Heri Pratondo, Ketua Paguyuban Seni Jaranan (Pasjar) KabupatenKediri menuturkan,
kesenian masih eksis karena dapat melakukan kaderisasi seniman. Selain
itu, tidak tabu melakukan perubahan berkolaborasi dengan seni musik yang
lagi diminati masyarakat.
Sementara untuk melestarikan Jaranan, seniman yang tergabung dalam
Pasjar telah mengusulkan agar kesenian Jaranan masuk menjadi materi
muatan lokal (mulok) mata pelajaran kesenian. Usulan ini masih dibahas
untuk direalisasikan.
Menurut Heri Pratondo, di wilayah eks Kabupaten Kediri dan
sekitarnya, kesenian Jaranan tumbuh subur dan semakin banyak diminati
masyarakat. Jumlah grup kesenian jaranan juga semakin berkembang hampir
di setiap desa.
"Di Kabupaten Kediri dari
26 kecamatan ada sekitar 400 grup kesenian Jaranan. Jumlah ini
bertambah dibanding lima tahun lalu sekitar 200 grup Jaranan," jelasnya.
Selain itu, para pemainnya tidak hanya dari kalangan tua, tapi ada
regenerasi dari anak-anak sampai remaja. Penampilan Jaranan juga tidak
melulu tarian Jaranan, Barongan, Celengan dan Bujangganong saja, tapi
juga mengadopsi lagu-lagu campursari, dangdut hingga pop yang
diaransemen menjadi musik Jaranan.
Hari kemudian menyebut sukses pentas penari Seribu Barongan secara
kolosal di Monumen SLG yang mendapat sambutan dari ribuan masyarakat.
Antusias masyarakat menjadi pertanda kesenian Jaranan masih diminati.
"Sekarang peminat kesenian Jaranan dari seluruh lapisan masyarakat.
Termasuk pemainnya mulai dari tukang becak sampai orang berpendidikan
seperti dokter dan doktor. Kesenian Jaranan juga bukan mistik,"
ungkapnya.
Di Jawa Timur sendiri, kesenian Jaranan banyak nama penyebutannya,
seperti di Ponorogo - Madiun biasa disebut Jathilan, ada juga yang
menyebut tarian Kuda Kepang dan Kuda Lumping. Namun diakui setiap daerah
memiliki pakem Jaranan yang berbeda-beda.
dikutip dari : http://osingcybe.blogspot.co.id/2014/12/kesenian-jaranan.html
0 komentar:
Posting Komentar