Jumat, 17 Februari 2017

KESENIAN JARANAN




KESENIAN JARANAN BUMING DI BANYUWANGI
Kesenian Jaranan di eks Karesidenan Kediri semakin digemari masyarakat. Setiap ada pentas Jaranan jumlah penontonnya selalu membeludak, mulai anak-anak sampai orang dewasa. Pemainnya mulai dari tukang becak sampai orang berpendidikan bergelar doktor.
Pentas Kesenian Jaranan Seribu Barongan di kawasan Monumen Simpang Lima Gumul (SLG) beberapa waktu lalu, disaksikan puluhan ribu penonton yang hadir berdesakan. Animo penonton yang tinggi sekaligus menjadi indikator kesenian Jaranan masih diminati masyarakat.
Selain itu, ada regenerasi para seniman Jaranan yang terjadi secara alami sehingga kesenian ini masih tetap eksis di tengah desakan panggung hiburan moderen. Kesenian Jaranan sendiri juga melakukan modifikasi dengan mengadopsi lagu-lagu baru yang lagi trend di masyarakat.
"Selain menyaksikan adegan Mbarong atau Barongan, penonton juga mendengarkan lagu-lagu yang tengah populer di masyarakat. Penyanyinya juga dari kalangan anak-anak muda dengan perpaduan iringan kolaborasi musik electon dan gamelan," ungkap Imam Ashadi, pemerhati kesenian Jaranan, Sabtu (23/8/2014).
Dijelaskan, kesenian Jaranan di Jawa Timur nasibnya masih lebih baik dibandingkan dengan kesenian Ludruk dan Ketoprak yang saat ini diambang kepunahan. Kedua kelompok kesenian itu terlambat melakukan kaderisasi sehingga kurang populer sehingga tidak diminati masyarakat.
"Kalau Ludruk dan Ketoprak setiap tahun jumlah grupnya semakin berkurang. Namun Jaranan setiap tahun jumlah grupnya semakin bertambah, banyak pemain muda hingga anak-anak," ungkapnya.
Karena mampu melakukan modifikasi dengan memasukkan unsur-unsur baru, membuat kesenian Jaranan masih dapat diterima lintas generasi. Selain itu, para senimannya tidak terlalu kaku dengan pakem tradisional.
Heri Pratondo, Ketua Paguyuban Seni Jaranan (Pasjar) KabupatenKediri menuturkan, kesenian masih eksis karena dapat melakukan kaderisasi seniman. Selain itu, tidak tabu melakukan perubahan berkolaborasi dengan seni musik yang lagi diminati masyarakat.
Sementara untuk melestarikan Jaranan, seniman yang tergabung dalam Pasjar telah mengusulkan agar kesenian Jaranan masuk menjadi materi muatan lokal (mulok) mata pelajaran kesenian. Usulan ini masih dibahas untuk direalisasikan.
Menurut Heri Pratondo, di wilayah eks Kabupaten Kediri dan sekitarnya, kesenian Jaranan tumbuh subur dan semakin banyak diminati masyarakat. Jumlah grup kesenian jaranan juga semakin berkembang hampir di setiap desa.
"Di Kabupaten Kediri dari 26 kecamatan ada sekitar 400 grup kesenian Jaranan. Jumlah ini bertambah dibanding lima tahun lalu sekitar 200 grup Jaranan," jelasnya.
Selain itu, para pemainnya tidak hanya dari kalangan tua, tapi ada regenerasi dari anak-anak sampai remaja. Penampilan Jaranan juga tidak melulu tarian Jaranan, Barongan, Celengan dan Bujangganong saja, tapi juga mengadopsi lagu-lagu campursari, dangdut hingga pop yang diaransemen menjadi musik Jaranan.
Hari kemudian menyebut sukses pentas penari Seribu Barongan secara kolosal di Monumen SLG yang mendapat sambutan dari ribuan masyarakat. Antusias masyarakat menjadi pertanda kesenian Jaranan masih diminati.
"Sekarang peminat kesenian Jaranan dari seluruh lapisan masyarakat. Termasuk pemainnya mulai dari tukang becak sampai orang berpendidikan seperti dokter dan doktor. Kesenian Jaranan juga bukan mistik," ungkapnya.
Di Jawa Timur sendiri, kesenian Jaranan banyak nama penyebutannya, seperti di Ponorogo - Madiun biasa disebut Jathilan, ada juga yang menyebut tarian Kuda Kepang dan Kuda Lumping. Namun diakui setiap daerah memiliki pakem Jaranan yang berbeda-beda.
dikutip dari : http://osingcybe.blogspot.co.id/2014/12/kesenian-jaranan.html 

0 komentar:

Posting Komentar