Jumat, 17 Februari 2017

Kesenian Kuda Lumping (Jaranan) Sedyo Rukun dalam Nilai-Nilai Budaya Jawa dan Ajaran Islam

            Kesenian kuda lumping (Jaranan) merupakan salah satu warisan budaya peninggalan nenek moyang masyarakat jawa dalam bentuk kesenian tradisional. Kesenian kuda lumping atau biasa disebut jaranan pada jaman dahulu adalah selalu identik bersifat sakral. Maksudnya, selalu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya gaib. Selain untuk tontonan, dahulu kesenian kuda lumping juga digunakan untuk upacara-upacara resmi yang berhubungan dengan roh-roh. Pada umumnya, kesenian kuda lumping (Jaranan) dikenal sebagai kesenian rakyat Folk Art dan digemari oleh golongan masyarakat bawah, karena kesenian kuda lumping merupakan kebudayaan maka, memiliki makna dan nilai yang dikomunikasikan melalui lambang-lambang atau simbol.
Menurut Clifford C.Geertz, kebudayaan adalah jalinan makna dimana manusia menginterpretasikan pengalamannya dan selanjutnya kebudayaan akan menuntun tingkahlakunya. Kebudayaan beroperasi pada level komunitas, hal ini berbeda dengan kepribadian (personaality) yang berporasi pada level individu. Geertz juga memberikan pengertian kebudayaan sebagai memiliki dua elemen, yaitu kebudayaan sebagai sistem kognitif serta sistem makna, dan kebudayaan sebagai sistem nilai. Sistem kognitif dan sistem makna ialah representasi pola dari atau model of, sedangkan sistem nilai ialah representasi dari pola bagi atau model for. Jika “pola dari” adalah representasi kenyataan sebagaimana wujud nyata kelakuan manusia sehari-hari, maka “pola bagi” ialah representasi dari apa yang menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan tindakan itu contoh yang lebih sederhana adalah kesenian kuda lumping yang dilakukan oleh suatu masyarakat merupakan pola dari, sedangkan ajaran yang diyakini kebenarannya sebagai dasar atau acuan melestarikan kesenian kuda lumping adalah pola bagi atau model untuk. Kesenian kuda lumping (Jaranan) Sedyo Rukun merupakan kesenian yang  senantiasa dijaga eksistensinya sampai sekarang oleh masyarakat desa Ngasem.  Dalam praktek sehari-harinya, para seniman jaranan adalah orang-orang abangan yang masih taat kepada leluhur. Mereka masih memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap roh-roh nenek moyangnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, para remaja desa juga turut di ikutsertakan dalam keterlibatannya guna melestarikan kesenian kuda lumping (Jaranan). Sebelum kesenian ditampilkan biasanya juga masih melaksanakan praktik-praktik slametan seperti halnya dilakukan oleh orang-orang dahulu serta upacara-upacara disertai sesajen sebelum memulai pertunjukan. Tujuan dari kesenian kuda lumping ini adalah menjaga eksistensi kebudayaan jawa peninggalan nenek moyang yang saat ini mulai pudar, dan dilupakan oleh generasi muda. Selain itu, kesenian kuda lumping Sedyo Rukun merupakan kesenian tradisional yang digemari oleh masyarakat dikarenakan kesenian kuda lumping mampu hadir dalam bentuk kesenian yang menyenangkan semua lapisan masyarakat dan laku dijual dalam bentuk hiburan. Kesenian kuda lumping Sedyo Rukun dikenal sebagai kesenian yang mengandung nilai-nilai keagamaan karena didalamnya terdapat unsur-unsur seni yang mengandung makna-makna sebagaimana ajaran atau moral agama islam seperti halnya syair-syair yang berbentuk Sholawatan yang pada dasarnya sebagai sarana manusia untuk mengagungkan dan mendekatkan diri kepada ALLAH SWT.
Kesenian kuda lumping (jaranan) Sedyo Rukun merupakan bentuk suatu paguyuban yang dibentuk dan dipelopori oleh beberapa tokoh adat dari desa Ngasem yang perihatin terhadap keberadaan kesenian tradisional yang semakin hari semakin tergerus oleh jaman akibat pengaruh globalisasi. Paguyuban tersebut berdiri sekitar tahun 2004, sebenarnya paguyuban tersebut sudah ada sebelumnya, namun karena sebagian dari anggotanya sudah meninggal paguyuban kesenian kuda lumping Sedyo Rukun sempat vakum sampai akhirnya bangkit kembali karena adanya dorongan dari beberapa elemen masyarakat yang menginginkan kesenian tersebut eksis kembali. Seiring perkembangan jaman, Kesenian kuda lumping tersebut dipentaskan pada perayaan hari-hari besar seperti hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Syawalan, bahkan untuk memenuhi undangan pernikahan atau perayaan tertentu yang tentunya dikenakan tarif untuk peyelenggara yang mengundangnya. Untuk satu kali pementasan biasanya dikenai tarif antara Rp. 1.500.000,00 – Rp. 2.000.000.00 yang dimulai dari pukul 08.30 dan berakhir pukul 17.00. Uang dari hasil pementasan tersebut biasanya dibagi rata untuk biaya pemeliharaan perlengkapan pentas seperti gamelan dan pakaian, sedangkan sisanya untuk makan bersama seluruh anggota paguyuban Sedyo Rukun. Jarang sekali yang terlibat dalam paguyuban tersebut meminta honor dari hasil mereka pentas, bagi mereka selama mereka masih dalam satu desa mereka adalah keluarga, dan tujuan mereka pentaspun bukan sebagai mata pencaharian tetapi sebagai bentuk kesadaran mereka untuk senantiasa menjaga eksistensi kesenian kuda lumping sebagai kesenian tradisional yang harus dilestarikan dan memperkenalkan ke luar desa mereka. Kesenian kuda lumping (jaranan) Sedyo Rukun yang tadinya hanya digemari oleh kalangan masyarakat bawahpun seiring dengan perkembangannya mulai digemari dan dianggap oleh seluruh kalangan lapisan masyarakat dari anak-anak sampai orang dewasa, dari kalangan orang bekerja sebagai petani, buruh, ibu rumah tangga dan pedagang sampai kalangan pegawai dan pejabatpun turut serta menikmati tontonan merakyat ini yang biasanya dipentaskan atau dipertunjukkan pada hari-hari libur. Sehingga dengan begitu, sangatlah mudah untuk mendorong masyarakat menyempatkan menonton, sehingga tidak terlihat kelas antara golongan masyarakat yaitu apakah dia seorang petani atau pegawai karena semua membaur menjadi satu. Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari wujud kreatifitas dan kerja sama yang dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat desa Ngasem dalam paguyuban kuda lumping Sedyo Rukun untuk menarik perhatian masyarakat agar kesenian tersebut menjadi kesenian yang  menyenangkan.
Kesenian kuda lumping Sedyo Rukun juga tidak terlepas dari unsur-unsur nilai agama islam yang terkandung didalamnya. Ketika para penari jaranan mulai menari sesuai dengan iringan lagu gamelan dengan gerak tari yang enerjik, mereka akan diiringi oleh nyanyian-nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang sinden perempuan maupun laki-laki berupa lagu-lagu jawa dan lagu-lagu yang syairnya bernuansa lagu Sholawatan. Sampai biasanya akan diikuti hal-hal aneh seperti para penari yang mulai kesurupan atau Ndadi (trance) sebagai akhir dari prosesi penampilan tari kuda lumping. Saat para penari tersebut mulai kesurupan, untuk memulihkan kesadarannyapun akan disembuhkan oleh seorang dukun. Dukun tersebut dalam memulihkan kesadaran penari yang kesurupan, biasanya menggunakan media perantara seperti kemenyan, pecut, bunga tujuh rupa atau sesuai permintaan si penari yang kesurupan. Unsur-unsur islam dari kesenian kuda lumping tersebut adalah sebagai akibat dari akulturasi kebudayaan. Sehingga didalamnya terkandung makna-makna islami sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui bentuk keindahan sebuah kesenian tradisional. Wujud tuhan tidak akan mampu dibuktikan oleh kreasi berfikir akal melainkan ada pada rasa manusia sebagai ekspresi ruh manusia. Ekspresi ruh ini memandang keindahan yang ada pada alam, hidup dan manusia yang menghantar kita menuju pertemuan yang sempurna antara kebenaran dan keindahan.
Pada kesenian kuda lumping (Jaranan) Sedyo Rukun juga ditampilkan tidak hanya suatu bentuk kreasi kesenian semata, tetapi ada suatu wujud nilai-nilai yang terkandung di dalam struktur masyarakat jawa yaitu nilai kebersamaan, nilai solidaritas dan nilai kerukunan (rukun). Nilai kebersamaan terwujud dengan adanya rasa keinginan untuk bersama-sama membangkitkan kembali semangat dan eksistensi kebudayaan kesenian kuda lumping yang semakin tergerus oleh pesatnya perkembangan jaman, adanya keinginan bahwa kesenian kuda lumping tidak boleh punah walaupun sudah banyak tokoh pelopornya yang sudah banyak meninggal. Nilai solidaritas terwujud dari rasa solidaritas yang tinggi tanpa memandang golongan maupun jabatan untuk senantiasa menjaga eksistensi kesenian kuda lumping. Nilai kerukunan terwujud dari banyak kalangan yang tidak hanya kalangan masyarakat bawah yang menyaksikan kesenian tradisonal tersebut yang merupakan kesenian merakyat. Dari berbagai golongan pekerjaan dan jabatan membaur menjadi satu menyaksikan tontonan yang merakyat tersebut yang semakin hari semakin jarang dijumpai.
Kesenian kuda lumping (jaranan) Sedyo Rukun yang dahulu kala menjadi suatu bentuk kesenian tradisonal yang sakral, dan digemari oleh kalangan masyarakat kelas bawah, seiring dengan perkembangan jaman berubah menjadi suatu bentuk kesenian tradisional yang merakyat dan dianggap dan digemari oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali dan mampu hadir dalam bentuk kesenian yang menyenangkan semua lapisan masyarakat serta laku dijual dalam bentuk hiburan. Selain itu ada makna sebagaimana ajaran atau moral agama islam seperti halnya lagu-lagu jawa yang dinyanyikan dengan syair-syair yang berbentuk Sholawatan. Kesenian kuda lumping (Jaranan) Sedyo Rukun juga ditampilkan tidak hanya suatu bentuk  kreasi kesenian semata, tetapi ada suatu wujud nilai-nilai yang terkandung di dalam struktur masyarakat jawa yaitu nilai kebersamaan, nilai solidaritas dan nilai kerukunan (rukun).
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat.1994.Kebudayaan Jawa.Jakarta:Balai Pustaka.
Jurnal komunitas sosiologi dan antropologi “budaya kekerasaan dalam persperktif nilai-nilai dan etika masyarakat jawa” Nugroho Trisno Brata.
https://gdeandip.wordpress.com/2013/03/06/antropologi-simbolik  (diunduh pada tanggal 19 April 2015 pukul 14.30)
http://etnobudaya.net/2008/04/01/konsep-kebudayaan-menurut-geertz (diunduh pada tanggal 19 April 2015 pukul 14.30 oleh Adi Prasetijo (rasetijo@gmail.com">prasetijo@gmail.com))
Artikel disusun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah Struktur Masyarakat Jawa

di kutip dari :  http://blog.unnes.ac.id/anggraeni/2015/11/16/kesenian-kuda-lumping-jaranan-sedyo-rukun-dalam-nilai-nilai-budaya-jawa-dan-ajaran-islam/

0 komentar:

Posting Komentar